Oleh: Akhmad Lazuardi Saragih
(Kepala Divisi Penelitian, Analisis & Inovasi Teknologi Informasi Pada Perhimpunan Saraboga Nusantara Sakti, Tinggal di Jakarta Pusat)
Noorhalis Majid, dia saat penulis sedang berprofesi sebagai jurnalis di tahun 2003, tengah menduduki sebagai ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarmasin di tahun 2003-2005. Saat itu, kantor penyelenggara pemilu berada di bilangan Jalan Perdagangan, kecamatan Banjarmasin Utara, dekat salah satu tempat ibadah umat muslim, Masjid Hasanuddin Majedi, kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan.
Sebagai seorang ketua penyelenggara pemilu, Majid biasa ia disapa, memang pantas dan mumpuni dibandingkan calon-calon lainnya yang bertarung pada pemilihan ketua KPU Kota Banjarmasin disaat itu. Majid juga alumni dari kampus Unlam.
Penulis lupa, kapan Majid di lantik sebagai Ketua KPU Kota Banjarmasin, namun penulis masih ingat disaat yang sama, ia adalah seorang penulis, peniliti dan aktifis pada Lembaga Kajian Keislaman & Kemasyarakatan (LK3) berkedudukan di Banjarmasin. Di kala yang sama pada tahun 2003, Ketua KPU Provinsi Kalimantan Selatan di ketuai oleh Hairansyah, mantan Direktur Eksekutif Yayasan Dalas Hangit.
Penulis terakhir ketemu dengan Majid, yang merupakan mantan Ketua Ombudsman Perwakilan Provinsi Kalimantan Selatan ini di kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) di bilangan Jalan Kayutangi Banjarmasin. Ia tak pernah berubah. Penuh santun dan kesopanannya terjaga baik.
Kami berjabat tangan. Dan kami pun berpamitan. Sehat dan bahagia selalu saudara ku Noorhalis Majid. Penulis masih ingat, disaat pemilu legislatif tahun ini, Majid mencalonkan diri sebagai anggota DPR-RI Daerah Pemilihan (Dapil) Kota Banjarmasiin dan sekitarnya. Ia ikut berkonsestasi pada pemilu legistatif dengan daya dukung partai politik, PDI-Perjuangan.
Alhamdulillah, Majid tak terpilih. Ia bukan seorang tipikial produk hasil partai politik dengan bergelar politikus. Majid lebih cocok sebagai seorang penulis dan peniliti. Saran Penulis, lebih baik Majid membangun dan membesarkan Lembaga kajian yang ia pernah duduki di LK3.
LK3 merupakan lembaga nirlaba (non-profit). Seingat penulis, Majid pernah menjabat sebagai Direktur lembaga kajian tersebut. LK3 merupakan lembaga yang memiliki peran penting di bidang kajian, diskusi dan penelitian di bidang kemasyaratan, sosial, keagamaan serta budaya.
Tak sedikit, gelaran diskusi, kajian dan penelitian serta pembuatan produk film dokumenter yang digarap oleh perhimpunan ini. Dan, seingat penulis, lembaga ini tengah didukung lembaga donor global serta beberapa lembaga donur keuangan dunia. LK3 merupakan salah satu lembaga nirlaba berbentuk yayasan/perkumpulan/perhimpunan.
Beberapa waktu lalu, penulis ketemu Budi Kurniawan. Budi yang lahir ditanah borneo dan punya farm bersuku dayak merupakan mantan seorang jurnalis di berbagai media nasional. Budi juga seorang komponis film serta seniman yang tinggal di kota Banjarbaru.
Budi pernah berbincang dengan penulis, ia dahulu pernah diminta untuk menggarap salah satu film dokumenter bekerjasama dengan Lembaga kajian LK3. Budi juga kerap diundang dalam berbagai forum diskusi.
Belakangan Budi tak lagi bekerjasama dengan Lembaga tersebut, disebabkan kesibukan Budi Kurniawan yang seorang alumni FISIP Unlam dan seorang mantan wartawan senior Banjarmasin Post Grup.
Penulis kerap diskusi dengan Budi, ia bertutur, saat ini tengah melakukan penelitian di bidang kebudayaan di bumi Kalimantan. Penelitian Budi tak sembarangan karena dibiayai oleh pemerintah Kerajaan Belanda.
***
Melalui smartphone hampir segala jejak digital bisa tercipta. Lewat smartphone pula, segala bentuk unggahan atau pembaruan status di platform media sosial begitu cepat menyebar, bahkan di sudut belahan dunia yang terkoneksi internet, jejak digital bisa terlihat. Ada interaksi, ada percakapan mewarnai lintasan lini masa.
Era modernitas menyelipkan sisi kemajuan gemerlap ilmu pengetahuan, dimana periode sejarah itu berlalu. Modernitas menyuguhkan pilihan, sentuhan fungsi gawai di cengkraman tangan, bisa jadi contoh, betapa mudahnya mengubah cara-cara lama menjadi instan dan serba cepat, lebih-lebih meminimalkan antara jarak dan waktu.
Peradaban modern dewasa ini, menurut sosiolog Inggris Anthony Giddens, menyebutkan bahwa dunia kita saat ini sebagai run away world atau dunia yang mberot, lari cepat dan tunggang langgang.
Peradaban dunia hari ini, turut menuntut serba cepat dengan kecanggihan teknologi. Teknologi sedianya menyiapkan hal yang serba mudah dan serba cepat, apalagi kemutahiran teknologi berkorelasi dan berevolusi dalam menjawab tantangan elemen tata kelola kehidupan manusia.
Manusia era modern memamg semakin cerdas, berdaya, setimpa dari semakin well-informed. Namun, di sisi lain, manusia modern kadang merasa gamang, mudah meletup emosi, hanya karena dipicu sederet informasi yang begitu cepat tanpa verifikasi.
Sejatinya, pemilik jejak digital, mampu mengendalikan kemutahiran teknologi secara lebih arif nan bijak. Dengan teknologi, idealnya membuat martabat manusia semakin lebih terhormat.
Dan, seperti itulah esensi fitrah manusia kala diberikan akal dan pikiran dengan menjadikan teknologi sebagai instrumen yang memuliakan manusia sebagai makhluk sosial yang berkeadaban.
***
Hingga detik ini, penulis tak lagi mengikuti perkembangan dinamika politik di Kalimantan Selatan. Namun penulis berharap semoga gegap gempita politik di Kalsel selalu penuh dengan kedamaian dan kasih dan sayang.
Seiring esensi makna politik itu sendiri yang penulis terjemahkan sebagai bagian cara pandang lewat laku atas perbuatan seseorang atau pun kelompok, dalam membangun kepercayaan masyarakat yang mengamanahkannya. Atas kepercayaan rakyat itulah, politik menjadi lebih cantik (bahalap), karena dibalut dengan penuh cinta serta tanggungjawab atas pembebanan rakyat..
Penulis bukanlah ahli politik, namun penulis saat ini lebih banyak berkegiatan di bidang sosial dan kemasyaraktan serta pengembangan inovasi di bidang teknologi informasi dan telematika serta lebih banyak berfokus pada berkegiatan di sosial keagamaan.
Dan, penulis berharap, suasana yang penuh dengan kedamaian di momen idul fitri 1445 hijriah tahun 2024 ini dapat menjadi momentum penting dalam merekatkan jemari dan mengingat tali silaturahmi serta persuadaran sesama umat dengan para ulama dan umara di bumi kalimantan pada khususnya dan Indonesia pada umumnya.***