Ratusan tahun lalu di Kabupaten Tanah Bumbu – kala itu masih kabupaten Kotabaru – Kalimantan Selatan, terdapat sebuah desa yang terletak di Kecamatan Kusan Hilir, yaitu Desa Kampung Baru. Di sana hiduplah seorang ulama kharismatik yang bernama Mufti Muhammad Arsyad bin Mufti Muhammad As’ad. Dia lebih dikenal dengan sebutan Tuan Mufti Arsyad Lamak atau Datu Lamak.
Datu Lamak keturunan dari Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari atau Datu Kalampayan dari garis ibunya yang bernama Syarifah binti Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al-Banjari. Datu Arsyad Lamak termasuk cicit Syekh Muhammad Arsyad yang mewarisi ilmu-ilmu datuknya dan ayahnya yang menghimpun antara syariat dan hakikat.
Selagi muda, Datu Lamak belajar di tanah suci Mekkah bertahun-tahun lamanya. Setibanya dari menuntut ilmu, kemudian diangkat oleh Sultan Banjar menjadi Mufti di Kerajaan Banjar. Selain sebagai ulama, Datu Lamak juga seorang pahlawan yang berani menegakkan yang hak dan memberantas yang batil. Dia pun mengajar berbagai ilmu agama.
Datu Lamak memiliki sifat yang mulia, seperti pemurah, pengasih, lemah lembut, sabar, adil dan seorang ulama yang wara’. Dia sangat dikasihi oleh saudara-saudaranya. Begitu juga dengan semua lapisan masyarakat dan para pejabat di masa itu.
Sekitar tahun 1274 Hijriah, Datu Lamak berkeinginan untuk pergi ke Mekkah menunaikan ibadah haji. Sebelum menuju Mekkah, dia mengunjungi kakak tertuanya yang tinggal di Pagatan, H Abu Talhah. Namun, disayangkan setibanya di Pagatan, Datu Lamak jatuh sakit dan akhirnya tinggal untuk sementara waktu di Pagatan.
Datu Lamak juga pernah membuka majlis ilmu di Pagatan untuk mensyiarkan ilmu agama. Masyarakat pun antusias mengikuti majlis yang bertempat di Masjid Besar Al Jami Pagatan. Ulama kharismatik yang mempunyai pengaruh besar di wilayah Pagatan itu wafat pada 1275 H, di masa pemerintahan Sultan Abdur Rahman bin Sultan Adam. Datu Lamak pun dimakamkan di bibir pantai Pagatan.
Sepeninggalnya Datu Lamak, Syekh Abdurrahman Shiddiq Al Banjari atau Mufti Kerajaan Inderagiri mendapatkan sebuah pesan lewat mimpinya. Dia merupakan cucu dari Datu Lamak yang lebih dikenal dengan Datu Sapat, yang bermukim di wilayah Sapat, Inderagiri, Tambilahan, Sumatera.
“Datu Lamak datang kepadaku lewat mimpi, Dia meminta didirikan kubah kayu di makamnya,” jelas Datu Sapat.
Maka berlayarlah Datu Sapat dari Inderagiri, Sumatera, menuju Pagatan. Setibanya di Pagatan, Datu Sapat pun mencari letak makam Datu Lamak. Begitu makam Datu Lamak ditemukan, Datu Sapat pun mulai mempersiapkan segala sesuatunya untuk membangun kubah. Setelah itu, Datu Sapat berlayar kembali menuju Inderagiri untuk memberikan kabar, jika dia akan menetap beberapa waktu di Pagatan.
Tidak berapa lama, Datu Sapat pun berlayar kembali ke Pagatan untuk mendirikan kubah. Kubah itu dibuat dari kayu ulin, tidak jauh dari rumah tinggi yang didiami Datu Lamak selama hidupnya. Kubah ini didirikan agar memberikan kenyamanan bagi para peziarah ke makam Datu Lamak
Selain mendirikan kubah, Datu Sapat juga membuat sumur yang letaknya kurang lebih lima meter dari kubah Datu Lamak. Sumur ini dimaksudkan agar memudahkan peziarah untuk membersihkan diri. Masyarakat sekitar juga memanfaatkan sumur ini untuk mendapatkan air bersih.
Sumur itu berjarak sekitar 15 – 20 meter dari laut. Meskipun berada di pesisir pantai, air dari sumur itu tidaklah terasa asin. Air sumurnya memiliki rasa yang tawar. Selain itu, warna airnya jernih dan dapat dikonsumsi. Berbeda dengan sumur-sumur masyarakat yang juga berada di pesisir pantai. Faktanya, air tanah di wilayah Pagatan tidak dapat dikonsumsi. Airnya pekat, lengket, dan bau. Jika mau dipakai harus diendapkan terlebih dahulu dan diberi tawas untuk menjernihkannya.
Entah kebetulan atau ini bentuk karomah dari Datu Lamak, air sumur itu dapat menyembuhkan penyakit kulit dan dapat dikonsumsi. Beberapa Masyarakat bahkan kerap menyiramkan air sumur ini ke sepeda motor, hal ini dipercaya dapat membawa rezeki.
Diceritakan pula, pada masa dahulu kala ada masyarakat setempat yang diserang wabah gatal lalu mandi dengan air sumur tersebut, tidak berapa lama akhirnya sembuh. Bukan hanya itu saja, di saat warga sekitar membeli sepeda motor baru maka akan memandikan dengan air sumur air tawar tersebut. Air diyakini dapat memberi aura kebaikan.
Suatu ketika, air laut pasang dan masuk ke dalam sumur, air sumur itu tidak berubah rasa menjadi asin. Di saat musim kemarau Panjang, kala sumur masyarakat mengalami kekeringan, sumur di Kubah Pagatan itu tetap terisi air dan melimpah. Oleh masyarkat, air sumur itu pun digunakan untuk keperluan sehari-hari.
“Dulu saat kemarau Panjang, orang-orang Cina/Tionghoa yang bermukin di pasar ke sini mengambil air untuk keperluan sehari-hari,” kisah Hj. Suibatul Aslamiah atau dikenal dengan Guru Uwai binti Syeh Mahmud Sidiq bin Syeh Abdurrahman Shiddiq (Mufti Kerajaan Inderagiri, Riau) Ketika Tim Folklore Explore Tanah Bumbu menemuinya.
“Di saat sungai-sungai itu kering, masyarakat ke sini mengambil air. Air di sumur ini tidak pernah kering sampai sekarang,” sambung Guru Uwai.
Hal ini semakin memperkuat keyakinan masyarakat akan keistimewaan keberadaan sumur di Kubah Pagatan itu yang membawa berkah bagi warga sekitar. Cerita tentang sumur air tawar ini pun berkembang di masyarakat sekitar, juga para peziarah yang datang dari luar daerah.
“Ini bentuk karomah Datu Lamak yang masih dirasakan oleh masyarakat. Anugerah Allah melalui dia. Orang-orang itu ada yang berhajat atau bernazar, jika keinginanya terkabul maka akan berziarah ke kubah Pagatan. Insya Allah, atas izin Allah keinginan itu terkabul,” cerita Guru Uwai.
Namun demikian, Guru Uwai tetap mengegaskan jika kita tetap harus berpegang teguh dan meminta pertolongan hanya pada Allah. Banyak masyarakat yang percaya air sumur itu memberikan manfaat yang baik. Selain Kubah Datu Lamak yang dikunjungi para peziarah, keberadaan sumur air tawar ini pun menjadi pusat perhatian. Banyak peziarah dari luar daerah penasaran tentang cerita yang berkaitan dengan sumur tersebut.
Keberadaan sumur air tawar menambah daya tarik Kubah Pagatan sebagai tempat wisata religi yang menyimpan sejarah dan nilai spiritual. Dari masa ke masa, masyarakat di Indonesia banyak melakukan wisata religi, khususnya ke makam-maka wali Allah atau pun ulama untuk dijadikan perantara mendapatkan keberkahan dan terkabulnya hajat. Tentu hal ini sesuatu yang kontroversi dan perlu diluruskan. Banyak ulama yang prihatin akan budaya mengeramatkan suatu makam atau suatu tempat yang dapat mendatangkan keberkahan.
“Kami berpesan kepada para peziarah agar tidak mendewakan dan jangan berkeyakinan bahwa makam dan sumurlah yang dapat menyembuhkan atau mengabulkan hajat,” pesan Lutfi, salah satu zuriat Datu Lamak.
Tradisi ziarah ini telah berkembang di Indonesia sejak lama. Akan tetapi janganlah berlebih-lebihan dalam menyandarkan keyakinan pada sesama hamba-Nya. Sebagai umat Islam, segala sesuatunya harus bersandar dan berkeyakinan pada Allah SWT yang dapat mengabulkan doa-doa hambanya. Sehingga, ziarah pada makam atau tempat yang dikeramatkan itu hanya sebatas sebagai pengingat jasa-jasa para ulama dalam menyiarkan agama Islam. Selain itu, sebagai pengingat manusia pada kehidupan akhirat kelak. (Tim Folklore Explore Tanbu)