JAKARTA, banuapost.co.id– Kasus Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Mardani H Maming, rupanya ikut mengusik Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Prof Dr Suparji Ahmad SH MH.
Pasalnya, selain Rp 26,7 miliar yang ditudingkan masuk ke mantan Bupati Tanah Bumbu itu terbantahkan, sebagaimana pengakuan terdakwa Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo, juga dipertegas oleh JPU dari Kejaksaan Agung, Abdul Salam.
Begitupun terkait kesaksian Christian Soetio, Direktur PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN), yang menyebut adanya aliran dana ke Mardani H Maming melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP) sebesar Rp 89 Miliar, tidak termasuk dalam materi persidangan dalam kasus Rp 26,7 miliar.
“Artinya apa? Kesaksian itu jadi berupa fitnah,” jelas Suparji di Jakarta, Rabu (21/6).
Ketika disinggung soal Rp 89 miliar yang tengah disidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga Mardani menyandang status dicekal oleh Imigrasi selama enam bulan bepergian ke luar negeri, Suparji mengaku belum mencermati konstruksi kasusnya secara detail.
“Namun kalau transfer ditujukan ke rekening perusahaan yang saat itu tidak ada kaitannya dengan Mardani, inipun menjadi aneh,” ucap Suparji dengan nada hati-hati.
Sebab dari informasi yang beredar di media online, sebagaimana penjelasan Kuasa Hukum Mardani, Irfan Idham, sambung Suparji, PT PCN lah yang justru mempunyai utang ke PT TSP dan PT PAR sebesar Rp 106 miliar yang saat ini sedang dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
“Terlebih lagi di PKPU belum selesai persoalannya, justeru muncul di KPK dengan ststus Mardani sebagai tersangka. Ada apa?,” ujar Suparji dengan tanya sembari tersenyum.
Suparji juga mengaku heran dengan kasus Bendahara Umum PBNU ini. Sebab status tersangka sudah disandang hingga menyebar luas dari Sabang sampai Merauke, sementara adminstrasinya alias surat penetapannya belum kunjung sampai, baik ke penasehat hukum maupun ke Mardani H Maming-nya.
Karena itu, Suparji mengingatkan agar tidak terjadi lagi seperti Samin Tan yang divonis bebas oleh lembaga terakhir pencari keadilan, Mahkamah Agung (MA), setelah reputasinya sebagai pengusaha maupun secarapribadi hancur akibat penanganan kasus di lembaga anti rasuah tersebut. (yb/foto: ist)