BANJARMASIN, banuapost.co.id– Putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) memenangkan Persatuan Pedagang Pasar Alabio (P3A) dengan memerintahkan Pemkab HSU menempatkan kembali mereka dari penggusuran, bakal berlanjut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mantap banar!
Pasalnya, perlawanan atas amar putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap dari Pemkab HSU dengan mengajukan Pengajuan Kembali (PK) perkara, ditengarai ada sesuatu yang tidak beres. Sehingga pembangkangan mengarah ranah hukum pidana korupsi.
“Pada saat kami audiensi, Plt Bupati HSU menyatakan siap mengeksekusi amar putusan kasasi MA dan tidak mengajukan PK,” ujar Prof Denny Indrayana, Ketua Tim Kuasa Hukum P3A, Sabtu (25/6), yang mengaku secara khusus datang dari Melbourne, Australia ke Alabio.
Namun minggu lalu, sambung mantan Cagub Kalsel ini, pernyataannya berubah menjadi mengajukan PK. Perubahan sikap ini menunjukkan ada sesuatu yang tidak beres.
Menurut Denny, pembangkangan Pemkab HSU terhadap amar putusan MA ini, mengarah pada ranah hukum pidana korupsi. Karena Pasal 66 ayat (2) UU MA mengatur, PK tidak menunda eksekusi.
“Bahkan investigasi tim kuasa hukum P3A, berhasil menemukan indikasi tindak pidana korupsi di balik penundaan eksekusi putusan MA ini,” kata mantan Staf Khusus Presiden SBY Bidang Hukum, HAM dan Pemberantasan KKN, tanpa mau merinci temuan.
Temuan tim kuasa hukum, lanjut Denny, nyaris selaras dengan penjelasan Plt Bupati ketika audensi, memang ada yang tidak beres dalam pendistribusian kios-kios di Pasar Alabio.
“Indikasi-indikasi korupsi seperti ini yang segera kami laporkan ke KPK atau penegak hukum lainnya. Karena terdapat kroni-kroni pejabat yang diduga bermain,” tegas mantan Wamenkum HAM era Presiden SBY itu.
Opsi laporan indikasi tindak pidana korupsi ini, imbuh Denny, sejatinya menjadi opsi terakhir. Karena meski sudah sangat terdzolimi akibat mata pencaharian anggota P3A direnggut, meeka tetap bersabar dan memilih melakukan perlawanan secara hukum di pengadilan.
Diingatkan Denny, jika dihitung lamanya, P3A sudah bertarung lebih dari 1 tahun di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) hingga menang di MA. Lalu ditambah kurang lebih 8 bulan menanti eksekusi putusan dari Pemkab HSU, yang faktanya masih isapan jempol.
“Bayangkan! Menang di lembaga terakhir pencari keadian (MA), tapi tetap juga didzolimi. Jadi apa boleh buat, opsi membawa kasus Pasar Alanio ke KPK harus diambil,” tandas Guru Besar Hukum Tata Negara kelahiran Kotabaru itu. (yb/foto: dok)