Oleh: Akhmad Lazuardi Saragih (Penulis dan Pemain Gitar)
Gombloh (1948-1988) adalah sosok legendaris di industri musik Indonesia. Penyanyi dan pencipta lagu bernama Soedjarwoto ini menjalani kehidupan yang singkat namun berkesan. Meninggal pada usia 39 tahun. Lagu-lagunya kerap diputar, demi mengungkapkan cita-cita dan patriotism ke Indonesian.
Gombloh satu dari sekian penyanyi eksentrik tanah air lewat tembang khasnya. Ia merupakan seniman yang merambah dalam pelbagai sendi kehidupan. Ciri khas dari genre musikalitas Gombloh adalah model lirik lagu percintaan, kritik sosial, hingga nasionalisme. Hal itulah mengapa ia melesat dalam dunia musik di pentas Tanah Air di masanya.
Salah satu lagunya yang cukup populer tentu saja “Kugadaikan Cintaku” yang uniknya dikenal masyarakat luas dengan “Di Radio” karena lirik awalnya yang berbunyi seperti itu.
***
Gombloh lahir di Jombang pada 14 Juli 1958, dari pasangan Slamet dan Tatoekah. Nama aslinya Soedjarwoto Soemarsono, namun oleh sang ayah ia dipanggil “Gombloh”. Arti kata itu, ungkapnya suatu hari, ia adalah “pilon“ atau “bodoh”.
Namun Gombloh jelas tidaklah bodoh. Anak keempat dari enam bersaudara ini bahkan mampu menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menangah Atas (SMA) Negeri V Surabaya dan melanjutkan studi pada jurusan Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya.
Namun nyatanya, Gombloh tak berniat menjadi seorang mahasiswa di ITS, ia melakukannya karena kasihan dengan orang tuanya. Dia pun memilih untuk mengikuti nalurinya bermain musik. Ia keluar dari ITS dan mengembara ke pulau Dewata, Bali.
Sebagai seorang musisi, Gombloh adalah pembuat lagu ulung yang banyak mengambil inspirasi dari realitas masyarakat dan sosial yang ia temui selama bermusik bersama seniman-seniman lain, baik di Surabaya maupun Bali.
Gombloh memulai kariernya dengan membentuk Lemon Tree’s Anno ’69, yang musiknya mendapat pengaruh ELP dan Genesis. Dedengkot musik seperti Leo Kristi dan Franky Sahilatua pernah bergabung dalam grup ini.
Menurut Japie Tambayong dalam Ensiklopedia Musik (1992), jenis musik yang dibawakan Lemon Tree’s Anno 69 adalah jenis musik yang temanya dapat dinamakan sebagai musik Folk yang memiliki arti harfiah sebagai lagu rakyat.
Sesuai namanya, grup ini berdiri tahun 1969 di Surabaya, meski demikian mereka baru merilis album perdana Nadia & Atmospheer pada 1978, yang diproduksi oleh Indra Record dan Golden Hand.
Dalam album ini Gombloh memainkan alat musik gitar, tabla, conga, drum dan bas. Ia juga bernyanyi dan membuat lagu. Personel lainnya adalah Wisnu Padma (piano, synth, organ dan instrumen gesek), Gatot (gitar), Tuche (gitar bas), Totok (drum).
Album ini melahirkan salah satu hits yang sampai sekarang masih enak jika dinikmati, yakni lagu Lepen (akronim dari Lelucon pendek) yang hingga kini melahirkan salah satu idiom terkenal: “Kalau Cinta Sudah Melekat, Tai Kucing Serasa Coklat”.
Lewat lagu ini tercermin betapa humorisnya Gombloh dalam menceritakan seorang pemuda bokek yang ingin ngapel pacarnya (bermodalkan tiga batang rokok kretek dan sepatu kickers loakan) hanya berhasil menemui ayah sang gadis yang mukanya ditekuk seperti Unta.
Gombloh bersama Lemon Tree’s Anno 69, dalam kurun waktu 5 tahun (1978-1983) untuk kemudian memilih bersolo karier. Bersama grupnya total Gombloh berhasil mengeluarkan 10 album, beberapa di antaranya yang terkenal adalah: Mawar Desa (1978), Kebyar-Kebyar (1979), Berita Cuaca (1982).
Meskipun Gombloh mengaku tak memiliki konsep bermusik, Gombloh dan Leo Kristi akhirnya berpisah dan mengambil jalannya masing-masing. Mereka berpisah dengan membawa ciri khas Gombloh dengan “Lemon tree’s”-nya dan Leo dengan “Leo Kristi”-nya.
***
Keuletan dan kegigihan Gombloh sebagai seorang penulis dan pencipta lagu berdampak buruk terhadap kondisi kesehatan fisiknya. Kala malam ia tak pernah tidur, demi meluangkan waktu mencari inspirasi dalam menulis lirik lagu.
Gombloh meyakini di saat waktu orang-orang tidur pada malam hari, saat itu pula ia mendapatkan inspirasi dalam berkelindan di dunia musikalitas. Akibat sering bergadang, organ tubuh Gombloh pun terganggu. Ia memeriksakan dirinya ke dokter. Alhasil, Gombloh mengidap sakit paru-paru.
Walaupun Gombloh mengetahui dirinya terserang penyakit paru-paru. Ia tak pernah berhenti merokok. Beberapa teman Gombloh bersaksi, Gombloh kerap mengeluarkan darah dari mulutnya tatkala ia berbicara dan bersin.
Gombloh menghembuskan nafas terakhir (wafat) di Rumah Sakit Darmo Surabaya, Jawa Timur di usianya ke-37 pada pukul 13:15 WIB tepat pada tanggal 9 Januari 1988. Jenazah Gombloh disemayamkan di rumah duka di kompleks Wisma Karya Bakti Surabaya Blok SS Nomor 23.
Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia di tahun 2005 menganugerahkan penghargaan Nugraha Bhakti Musik kepada Gombloh atas jasa-jasanya dalam dunia musik Indonesia.
Saya selaku penulis dan penyuka musik, dengan ini menganugerahkan Gombloh sebagai Pahlawan Bangsa yang tak pernah kenal lelah dalam menyilaukan pentas musik tanah air lewat tembang lagu nasionalismenya.
Penulis bangga dengan Gombloh yang telah menciptakan lagu; “Kami Anak Negeri Ini”. Dalam judul lagu tersebut, Gombloh mengawali lirik lagunya dengan menyebut nama penulis; Lazuardi Gilang Gemilang Mahatari Pagi…,
Dalam lagu itu, Gombloh menyampaikan pesan yang kuat tentang kebanggaan dan kecintaan kepada tanah air. Ia menegaskan bahwa kita semua adalah anak negeri ini dan harus bersatu untuk mempertahankan negara kita yang beragam dan indah.
Lagu ini menjadi inspirasi bagi banyak orang, terutama di Indonesia, untuk mencintai dan memperjuangkan kepentingan bangsa serta menghargai keberagaman dan perbedaan di antara kita.
Wahai Gombloh…, tenanglah engkau di sisi-Nya. Allah SWT, Tuhan yang pengasih dan pengampun telah menempatkan engkau di tempat terpuji dan tertinggi di Surga-Nya. ***